Pengertian Semantik
Semantik (dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan
tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain.
Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik
biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks
dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh
komunitas pada konteks tertentu.
Semantik
adalah ilmu yang mempelajari arti di dalam bahasa. Semantik berkaitan dengan
hubungan makna seperti dalam sinonimi, antonimi, dan hiponimi. Teori semantik
mempengaruhi ancangan untuk menggambarkan arti dari sebuah kata (Johnson et al.
1999: 286). Semantik merupakan ilmu pengetahuan yang direkam dalam pustaka
bahasa dan dalam pola-pola pembentukannya untuk arti yang lebih rumit dan juga
lebih luas sampai ke taraf arti dalam kata.
Semantik
leksikal adalah telaah tentang arti dari kata secara individual (Brinton 2000:
127). Fromkin et
al. (2003: 173) menambahkan bahwa semantik leksikal berhubungan
dengan arti kata dan hubungan makna di antara kata. Jadi semantik leksikal
mempelajari arti yang bertalian dengan kata, sedangkan semantik gramatikal
mempelajari arti dalam satuan bahasa di atas kata seperti frasa, klausa, dan
kalimat.
Kata semantik sebenarnya merupakan istilah
teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Istilah ini merupakan istilah
baru dalam bahasa Inggris. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik
sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda
linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna).
Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika, semiologi,
semasiologi, dan semetik. Pembicaraan tentang makna kata pun menjadi objek
semantik. Itu sebabnya Lehrer (1974:1) mengatakan bahwa semantik adalah studi
tentang makna (lihat juga Lyons 1, 1977:1), bagi Lehrer semantik merupakan
bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur
dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan
antropologi.
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri
atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda
(objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam
karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra
mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan
uraian sebagai berikut.
Makna kata buku adalah konsep buku
yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar di
samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan
langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak
berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena
harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik
mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang
melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari,
karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja,
tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan
dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan
biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish.
Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau
‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli
mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian
semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan
disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah
“hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah
penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris:
semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa
yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi
Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung
aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan
psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri
dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam
pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia
Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara
suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam
aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang
membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau
tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi,
gramatikal dan semantik).
Semantik mengandung pengertian studi tentang
makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantic
merupakan bagian dari linguistik.
Semantic sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Kata semantic sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti “menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian semantic disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistic untuk memelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan sesuatu yang ditandainya.
Semantic sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Kata semantic sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti “menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian semantic disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistic untuk memelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan sesuatu yang ditandainya.
Namun istilah semantic sama halnya
dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang diserap dari bahasa Yunani
yang diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah semantics dan
semantique, sebenarnya semantic belum secara tegas membahas makna karena lebih
banyak membahas tentang sejarahnya.
Selain itu istilah semantic dalam
sejarah linguistic digunakan pula istilah seperti semiotika, semiologi,
semasiologi, sememik, dan semik yang merupakan bidang studi yang memelajari
makna dari suatu lambang atau tanda pada objek cakupan yang lebih luas yakni
mencakup lambang atau tanda pada umumnya. Berbeda dengan istilah sematik yang
digunakan dalam bidang studi linguistic.
Sejarah Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani Sema (Nomina)
‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut
digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang
mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang
meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Istilah semantik baru muncul pada
tahun 1984 yang dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi
filologi amerika’ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A
point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila
dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat
dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No.4 th 1948:
78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du
Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalm keilmuan, di
dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical
semantics).
Historical semantics ini cenderung
mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya
perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai
de Semanticskue. (akhir abad ke-19).
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
1. Masa pertama, meliputi setengah
abad termasuk di dalamnya kegiatan reisig; maka ini disebut Ullman sebagai
‘Undergound’ period.
2. Masa Kedua, yakni semantik
sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical semantics, dengan
munculnya karya klasik Breal(1883)
3. Masa perkembangan ketiga, studi
makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang
berjudul “Meaning and Change of Meaning With Special Reference to the English
Language Stern melakukan kajian makna secara empiris
Semantik dinyatakan dengan tegas
sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de
semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya
Stern. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan
bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan
perkembangan linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure, yang berjudul
Cours de Linguistikue General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran
strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan
satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan
satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak
penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama
di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan
pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan
tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur
di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa
tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai
dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan
pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa
cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari
filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik
(perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika
simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of
Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar,
yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna
tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent(acuan). Pikiran
memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki
hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang
arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta
bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung
‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik
sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk
pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik
dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan
bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali
dalam makna nonlinguistik.
Semantik dan Disiplin Ilmu Lain
Persoalan makna bukan saja dipelajari dalam
semantic tetapi juga filsafat, logika dan psikologi. Dengan kata lain bahwa
adanya hubungan antara linguistic yang memelajari makna dengan disiplin
ilmu-ilmu lain diatas. Hubungan tersebut dikemukakan oleh George (i64:24)
sebagai berikut :
Telah diketahui bahwa manusia dalam
berkomunikasi menggunakan kalimat(namun ada pula yang berkomunikasi secara non
verbal). Kalimat merupakan kajian sintaksis, sedangkan kalimat diucapkan oleh
manusia mengandung makna. Dengan demikian dapat dilihat adanya hubungan antara
tataran linguistic berupa sintaksis dan semantic.
Lebih lanjut George (1964) berpendapat bahwa
selain hubungan antara linguistic, psikologi, logika dan filsafat, tampak pula
kedudukan pragmatic semantic behavioral. Kemudian ada pula hubungan antara
linguistic, psikologi, logika dan filsafat, tampak pula adanya filsafat
linguistic.
Batas-batas pendekatan seorang
linguis, filsuf, psikolog, dan orang yang bergerak dalam bidang logika dalam
semantic susah untuk dijelaskan.
Semantic sebagai ilmu, memelajari pemaknaan
dalam bahasa dan terbatas pada pengalaman manusia. Jadi, secara ontologism
semantic membatasi masalah pada pengalaman yang dikajinya hanya pada persoalan
yang terdapat didalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Selain itu
semantic membicarakan apa yang ditandai. Hal tersebut dikemukakan oleh Morris
(1946) dalam bukunya berjudul signa, language dan behavior. Jadi jika seekor
anjing bereaksi berharap adanya makanan apabila mendengar bel, maka bel
tersebut sebagai penanda adanya makanan.
Sifat kemajemukan bahasa sering menimbulkan
kekacauan semantic, misalnya dua oarng sedang berkomunikasi menggunakan kata
yang sama untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya. Namun kekacauan
semantic dapat dihindari dengan prinsip kooperatif. Namun Kempson (1997:6)
prinsip kooperatif berhubungan dengan kuantitas kata, kuantitas pembicaraan,
hubungan pembicaraan dan penyampaian yang jelas.
Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang
tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan.
Semantik merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam studi
linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi
makna, erubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Semantik
adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan
makna kalimat.
A. Sinonim
Sinonim secara etimologi berasal dari
2 bentuk dalam bahasa Yunani Kuno yakni onoma=
nama dan syn = dengan.
Secara harafiah sinonim
berarti nama lain untuk benda yang sama,, atau hubungan semantik yang
menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran
lainnya.
Sedangkan semantik Verhaar mengemukakan bahwa sinonim sebagai
ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.
CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :
auti =
lok
(utti) (loka)
Pisang Pisang
B. Antonim
Antonim secara etimologi berasal dari
2 bentuk dalam bahasa Yunani Kuno yakni onoma=
nama dan anti = melawan.
Secara harafiah antonim berarti hubungan semantik antara dua buah satuan
ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras antara
yang satu dengan yang lainnya. Verhaar mengemukakan bahwa antonym adalah
ungkapan yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :
tErii X micw
(terri) (miccawa)
Menangis Tertawa
C. Hiponim
Hiponim, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni onoma= nama dan hypo= di bawah.
Secara harafiah hiponim berarti nama
yang termasuk di bawah lain atau hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran
yang maknya tercakup dalam rangka bentuk ujaran yang lain.
CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :
bel (bale)
= ikan dengan kata cEpi (ceppi) =
lele, bolo (bolong) = gabus dan sebagainya. Lele disebut berhiponim dengan ikan,
sementara ikan disebut hipernim dari lele ataupun gabus.
D. Polisemi
Palmer berpendapat polisemi adalah
suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna
ganda.
Sedangkan Simpson mengatakan polisemi
adalah sebuah kata memiliki dua atau lebih relasi makna.
Sebuah kata dikatakan polisemi jika kata itu mempunyai makna lebih
dari satu.
Polisemi terjadi
karena :
1. Kecepatran melafalkan kata
2. Factor gramatikal
3. Factor leksikal
4. Factor pengaruh bahasa asing
5. Factor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan
kata
E. Homonim
Homonim adalah dua buah kata atau satu satuan ujaran yang
bentuknya “kebetulan” sama ; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing
merupakan kata bentuk ujaran yang berlainan.
Pada homonym ada dua istilah yakni homofoni yakni adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran,
tanpa memperhatikan ejaannya, apakah ejaannya sama atau berbeda. Dan homografi yaitu
mengacu pada bentuk ujaran yang ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan
maknanya tidak sama.
F. Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan merupakan gejala dapat terjadinya
kegandaan makna akbiat tafsiran gramatikal yang berbeda.
Menurut Ullman, Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai
kata yang bermakna ganda atau mendua arti.
Ambiguitas terdiri
dari :
1. Ambiguitas tingkat fonetik, timbul akibat membaurnya
bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan
2. Ambiguitas tingkat gramatikal, timbul pada satuan
kebahasaan yang disebut kalimat atau kelompok kata
Ambigugitas leksikal. Setiap kata
bisa mengandung lebih dari satu makna. Dan bisa mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan
lingkungan penuturnya
LEKSEM
Kalimat
merupakan untaian beberapa unsur yang di dalam semantik disebut dengan istilah
leksem. Leksem memiliki perbedaan dengan kata. Kata lebih banyak berhubungan
dengan ketatabahasaan morfologis dan peristiwa morfologis, sedangkan leksem
adalah merujuk kepada kata atau frase yang merupakan satuan yang bermakna.
Dengan kata lain leksem merupakan satuan-satuan semantik. Namun demikian ada
beberapa kesulitan sehubungan dengan konsep leksem tersebut :
a.
Tidak semua
leksem memiliki makna leksikal, dalam hal ini dikenal istilah leksem penuh
dengan leksem tugas. Leksem penuh adalah leksem yang maknanya bisa langsung
dianalisis, sedangkan leksem tugas adalah leksem yang memiliki makna ketika
bergabung dengan leksem lain.
b.
Di dalam bahasa lisan sulit menentukan batas leksem.
c.
Ada leksem yang bersifat transparan dan ada leksem yang bersifat opak (opaque ‘tak tembus cahaya, buram’).
Leksem yang transparan adalah leksem yang maknanya dapat ditentukan dari
bahagiannya, sedangkan leksem opak adalah leksem utuh.
d.
Terdapat leksem yang tergolong fonestetik, misalnya ada bahasa memiliki
konsonan kluster, dsb.
e.
Analisis
makna terkadang mengabaikan analisis kata.
f.
Penggunaan
leksem dalam kalimat tidak bisa secara sembarangan.
g.
Karena adanya idiom dan ungkapan. Makna idiom tidak bisa ditelusuri dari
leksem yang membentuknya.
|
Kata
|
Leksem
|
Morfem
|
||
Pengertian
|
Berhubungan dengan ketatabahasaan morfologis dan
peristiwa morfologis
|
Merujuk kepada kata atau frase yang merupakan satuan
yang bermakna
|
|
||
Perbedaan
|
-
-
|
Berupa 1 kata.
Satuan kebahasaan bermakna yang terkecil yang dapat berdiri
sendiri
|
-
-
|
Berupa kata atau gabungan kata.
Leksem
dalam membangun suatu makna dapat berwujud satu kata atau lebih.
|
|
Persamaan
|
Dapat berupa satu kata bermakna
|
||||
INFORMASI
Makna adalah unsur dari sebuah
kata, atau lebih tepat jika dikatakan gejala-dalam-ujaran
(Utterence-Internal-Phenomenon), sehingga di dalam studi semantik terdapat
prinsip yang berbunyi jika bentuk berbeda maka makna pun berbeda meskipun
perbedaannya hanya sedikit. Sebagai contoh : leksem ayah dan bapak, karena
bentuk berbeda maka makna pun berbeda, meskipun hanya sedikit. Leksem ayah dan
bapak sama-sama merujuk kepada seorang lelaki dewasa, akan tetapi di dalam
konteks kalimat kedua leksem tersebut tidak bias
saling menggantikan secara dua arah.
Misalnya : 1)
ayah pergi ke pasar, kalimat tersebut bermakna sama pada kalimat 2) bapak pergi
ke pasar.
Berbeda
halnya pada kalimat 3) Bapak Presiden meresmikan jalan Tol, kalimat ini tidak
bisa digantikan dengan kalimat 4) ayah Presiden meresmikan jalan Tol.
Kenyataan ini
menunjukkan bahwa di samping terdapat istilah makna, terdapat pula istilah
informasi. Jika makna merupakan gejala dalam ujaran maka informasi merupakan
gejala luar ujaran.
Oleh karena
antara makna dan informasi berbeda maka suatu kalimat tertentu tidak akan sama
maknanya dengan parafrase dari kalimat tersebut, sebab parafrase tidak lain
daripada rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang lain. Di samping
parafrase terdapat pula perifrase yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang
lebih panjang. Suatu perifrase menambah sesuatu pada yang di perifrasekan
tetapi tetap mempertahankan informasi yang sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa
setiap perifrase adalah parafrase akan tetapi tidak semua parafrase adalah
perifrase.
MAKSUD
Informasi dan
maksud sama-sama merupakan sesuatu di luar ujaran. Akan tetapi kedua istilah
ini memiliki perbedaan. Informasi merupakan sesuatu di luar ujaran dengan menekankan objek atau
yang dibicarakan. Sedangkan maksud adalah sesuatu di luar ujaran dengan
menekankan pembicara, yang mengucapkan atau subjeknya.
TANDA
Di dalam bahasa Indonesia
“tanda” memiliki banyak pengertian, yakni : yang menjadi alamat, gejala, bukti,
pengenal ataupun petunjuk. Istilah tanda
dikembangkan oleh Perre pada abad ke-18 yang dipertegas oleh Odgen dan Richards
dalam bukunya The Meaning Of Meaning
pada tahun 1923. Menurutnya, tanda selalu terdapat dalam hubungan yang triadic
yakni ground, objek, dan interpretant yang menjadi dasar membuat klasifikasi
tanda.
Tanda
yang dihubungkan dengan ground terdiri atas :
a.
Qualisign,
adalah kualitas yang melekat pada tanda tersebut. Misalnya kata-kata kasar,
halus, merdu, dan lain-lain.
b.
Sinsign,
adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Misalnya :
pada keruh.
c.
Legisign,
adalah norma yang dikandung oleh tanda. Misalnya : rambu lalu lintas.
Berdasarkan objek Pierce membagi
tanda tersebut ke dalam tiga :
a.
Icon, adalah hubungan antara tanda dengan objek atau acuan yang bersifat
kemiripan.
b.
Indeks,
adalah tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.
c.
Simbol,
adalah tanda yang bersifat konvensional.
Berdasarkan interpretant, tanda
dibagi atas :
a.
Rheme, adalah
tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang
yang merah matanya bisa saja sakit mata, akan tetapi bisa saja karena sedang
marah.
b.
Dicent Sign,
adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika jembatan berlubang ditandai dengan
memasukkan ranting pohon ke lubang tersebut.
c.
Argument,
adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
Dalam
perkembangannya teori tanda kemudian dikenal dengan nama semiotik yang dibagi
ke dalam tiga cabang :
a.
Semantik, berhubungan dengan tanda-tanda.
b.
Sintaktik,
berhubungan dengan gabungan tanda-tanda.
c.
Pragmatik,
berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di
dalam tingkah laku berbahasa.
Penggolongan
tanda dapat dilakukan dengan cara :
1. tanda yang
ditimbulkan oleh alam yang diketahui oleh manusia karena pengalamannya.
Misalnya : jika mendung pertanda akan
hujan.
2. tanda yang
ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut.
Misalnya : burung hantu yang berbunyi hanya
sekali pertanda akan ada yang meninggal.
3. tanda yang
ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibagi dua :
a. yang
bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat bicara.
b. yang bersifat non-verbal,
adalah tanda yang digunakan oleh manusia untuk
berkomunikasi.
Tanda ini dibedakan atas :
i) tanda yang dihasilkan oleh anggota badan
sebagai bahasa isyarat. Misalnya :
mengangguk pertanda setuju.
ii) tanda
yang dihasilkan melalui bunyi atau suara. Misalnya : menjerit pertanda minta
tolong.
LAMBANG
Lambang atau simbol adalah unsur
bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional yang mewakili hubungan objek dan
signifikasinya. Lambang atau simbol memiliki hubungan tidak langsung dengan
kenyataannya. Tanda dalam bentuk huruf-huruf disebut lambang atau simbol; yang
tertulis, ataupun yang didengar dari orang lain yang berfungsi sebagai alat
komunikasi disebut lambang. Ciri-ciri
lambang adalah sebagai berikut :
a.
Tanda.
b.
Mengganti
atau mewakili. Jika orang berkata anjing, maka lambang kuda mewakili atau mengganti
sejenis hewan yang namanya anjing.
c.
Berbentuk
tertulis atau lisan.
d.
Bermakna.
Setiap lambang pasti bermakna, ada pesan, ada gagasan, dan konsep yang
dimilikinya.
e.
Aturan.
Lambang adalah aturan, aturan bagaimana seseorang menentukan pilihan dan sikap.
f.
Berisi banyak
kemungkinan karena kadang-kadang tidak jelas.
g.
Berkembang
dan bertambah. Lambang berkembang terus sesuai dengan kebutuhan manusia.
h.
Individual,
maksudnya lambang-lambang itu digunakan oleh seseorang meskipun terjadi
komunikasi.
i.
Menilai,
maksudnya apa yang dikatakan semuanya berisi penilaian seseorang tentang
sesuatu.
j.
Berakibat,
maksudnya lambang-lambang yang karena dipergunakan menimbulkan akibat tertentu.
k.
Memperkenalkan,
maksudnya lambang tersebut menjadi pengenal adanya sesuatu.
PENAMAAN DAN PENDEFINISIAN
PENAMAAN
Bahasa
adalah sistem tanda yang digunakan untuk berkomunikasi, tanda yang dimaksud
adalah lambang, lambang yang bisa dilihat dari dua sisi yakni sisi bentuk
(expression, signifier) dan sisi makna (content, signified). Lambang merupakan
kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia
nyata berupa acuan yang ditunjukkan oleh lambang tersebut. Karena itu,
kata-kata dapat dikatakan sebagai nama lebel setiap benda, aktivitas, atau
peristiwa.
Sebab-sebab
atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi sesuatu diberi nama atau lebel
dapat ditelusuri seperti berikut :
a.
Peniru Bunyi,
nama-nama benda dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang
ditimbulkan oleh benda tersebut.
b.
Penyebutan
Bagian, adalah gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu benda atau hal,
padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya.
c.
Penyebutan
sifat khas, adalah penamaan sebuah benda berdasarkan sifat yang khas yang
dimiliki benda tersebut.
d. Penemu dan
Pembuat, adalah benda yang diberi nama berdasarkan penemu atau
pembuatnya (penciptanya).
e. Tempat
Asal, pemberian nama benda berdasarkan daerah asalnya.
f. Bahan,
sejumlah benda diberi nama berdasarkan bahan pokok benda tersebut.
g.
Keserupaan, sejumlah kata dipergunakan secara metaforis, yakni kata yang
digunakan
dalam suatu ujaran yang maknanya
dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna
leksikal dari kata tersebut.
h.
Pemendekan, kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur
huruf
awal atau suku kata dari beberapa kata yang
digabungkan menjadi satu.
i. Penamaan baru, yakni
penggantian kata dengan kata lain.
PENDEFENISIAN
Pendefenisian
adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-kata
akan suatu benda, konsep, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya.
Beberapa jenis defenisi antara lain :
a. Defenisi
Sinonimis adalah defenisi yang tingkat kejelasannya paling rendah. Defenisi
jenis ini adalah suatu kata didefenisikan
dengan sebuah kata lain yang merupakan
sinonim dari kata tersebut.
b. Definisi
Formal adalah defenisi yang tingkat kejelasannya lebih baik. Dalam defenisi
ini,
konsep atau ide yang akan didefenisikan itu
disebutkan dulu sebuah ciri umumnya lalu
disebutkan pula ciri khususnya yang menjadi
pembeda dengan konsep atau ide lain yang
sama ciri umumnya.
c. Defenisi
Logis, mengidentifikasikan secara tegas objek, ide atau konsep yang
didefenisikan sedemikian rupa, sehingga
objek tersebut berbeda secara nyata dengan
objek-objek lain.
d. Defenisi
Ensiklopedis, menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala
sesuatu yang berkenaan dengan kata atau
konsep yang didefenisikan.
e. Defenisi Operasional, adalah
defenisi yang dibuat untuk membatasi konsep-konsep yang
akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan.
Sinonimi
Istilah sinonim (=Inggris synonymy) berasal dari kata bahasa Yunani Kuno,
onoma=nama dan sym=dengan. Makna harafiahnya, adalah nama lain untuk benda yang
sama. Untuk mendefinisikan sinonimi, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan itu adalah:
a.
Leksem-leksem dengan acuan ekstra linguistik
yang sama
b.
Leksem-leksem yang mengandung makna yang sama
c.
Leksem-leksem yang dapat disunstitusi dalam
konteks yang sama
Zgusta (1971:89) mengatakan, “synonyms: they are words which have different
forms but identical meaning”, sedangkan Verharr (1981:132) mengatakan, sinonimi
ialah “ungkapan (biasanya sebuah kata tetapi dapat pula beberapa frase atau
malah kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan yang
lain”. Dari definisi Verharr ini, kita melihat perkataan, yang kurang lebih
sama maknanya, karena kesamaan makna tidak berlaku sempurna. Artinya, meskipun
maknanya sama tetapi tetap memperlihatkan perbedaan-perbedaan, apalagi kalau
dihubungkan dengan pemakaian leksem-leksem tersebut.
Seperti dikatakan diatas, meskipun beberapa leksem bersinonim tetap
memperlihatkan perbedaan. Meskipun leksem /meninggal/ dan /mati/ memperlihatkan
kesamaan makna, tetapi pemakaiannnya berbeda. Misalnya, leksem /meninggal/
hanya digunakan untuk manusia dan tidak untuk binatang atau tumbuh-tumbuhan.
Dalam kaitan ini, Verharr membedakan sinonimi menurut taraf dimana bentuk
tersebut terdapat, yakni:
a.
Sinonimi pada antar kalimat, misalnya Ahmad
melihat Ali dan Ali melihat Ahmad,
b.
Sinonimi antar frase, misalnya rumah bagus itu
dan rumah yang bagus itu,
c.
Sinonimi pada antar kata, misalnya nasib dan
takdir, memuaskan dan menyenangkan,
d. Sinonimi
pada antar morfem (terikat dan bebas), misalnya buku-bukunya dan buku-buku
mereka, kulihat dan saya lihat.
Collison
mencoba mentabulasi perbedaan-perbedaan sinonimi diatas:
a.
Suatu leksem lebih umum dari yang lain,
misalnya tumbuh-tumbuhan lebih umu dari pada tebu.
b.
Suatu leksem labih intens dari yang lain,
misalnya memperhatikan lebih intens dari pada melihat.
c.
Suatu leksem lebih emotif dari yang lain,
misalnya meninggal dan mampus, memohon dan meminta.
d.
Suatu leksem lebih profesional dari yang lain,
misalnya riset lebih profesional dari pada penelitian.
e.
Suatu leksem lebih dapat mencakup penerimaan
atau penolakan dari segi moral, sedangkan yang lain bersifat netral, misalnya
sedekah dan pemberian.
f.
Suuatu leksem lebih bersifat puitis atau
kesastraan dari yang lain, misalnya puspa dan bunga.
g.
Suatu leksem lebih kolokial dari yang lain,
misalnya situ dan saudara.
h.
Suatu leksem lebih bersifat lokal atau kedaerahan
dari yang lain, misalnya ngana (dialek Manado) dan saudara.
i.
Leksem yang khusus digunakan bayi, misalnya
mam dan ibu.
Palmer mengemukakan lima kemungkinan perbedaan pada sinonimi. Kelima perbedaan itu, ialah:
a.
Perbedaan karena dialek atau kebiasaan
setempat, misalnya leksem /fall/ digunakan di Amerika Serikat, sedangkan di
Inggris digunakan leksem /autumn’musim gugur’/, leksem /gue/ dialek Jakarta,
dan /kita/ dialek Manado, /saya/ bahasa Indonesia.
b.
Perbedaan pada pemakaian, misalnya leksem /mati/
dan /meninggal/. Leksem /meninggal/ hanya untuk manusia, sebab tidak mungkin
kita mengatakan, sapi saya meninggal kemarin.
c.
Perbedaan pada nilai leksem, misalnya leksem
/memohon/ dan /meminta/, leksem /laksanakan/ dan /laksanakan dalam waktu yang
dekat/.
d.
Perbedaan berdasarkan kolokial tidaknya
leksem, misalnya /situ/ dan /saudara/.
e.
Perbedaan karena hiponim, misalnya /sapi/
merupakan hiponim dari leksem /binatang/.
Untuk menguji sampai dimana batas-batas dua leksem bersinonimi, Palmer dan
Ullman menggunakan dua cara, yakni Substitusi dan mencari lawannya. Sinonimi
ynag dapat diuji dengan substitusi tidak berlaku ketat, misalnya leksem /mati/
dan /meninggal/. Kita dapat mengatakan , Dula mati, Dula meninggal, tetapi
tidak mungkin , pepaya meninggal. Yang mungkin, pepaya mati. Disini kita
melihat bahwa kaidah substitusi dibatasi oleh kaidah pemakaian.
Cara kedua, ialah mencari lawannya. Ini pun tidak berlaku mutlak. Misalnya leksem /terang/ bersinonim dengan leksem /jelas/. Leksem
/terang/ lawannya /gelap/. Leksem /jelas/ lawannya /kabur/, dan bukan /gelap/.
Timbul
pertanyaan, bagaimana hubungan antara bentuk, makna, homonimi dan sinonimi?
Untuk menjawab pertanyaan ini dijawab oleh Jiri (1969:50) dengan gambar sbb:
Hubungan dimaksud diperlihatkan oleh segitiga pada gambar diatas. Jadi,
bentuk sama berbeda makna, disebut homonimi, sedangkan makna sama berbeda
bentuk, disebut sinonimi.
2 komentar:
luar biasa artikelnya ... sy mau tanya tentang nama, pribadi seseorang, bagaimna teori semantik menjelaskannya.
luar biasa artikelnya ... sy mau tanya tentang nama, pribadi seseorang, bagaimna teori semantik menjelaskannya.
Posting Komentar