Rabu, 25 Februari 2015

Semantik



Pengertian Semantik

Semantik (dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Semantik adalah ilmu yang mempelajari arti di dalam bahasa. Semantik berkaitan dengan hubungan makna seperti dalam sinonimi, antonimi, dan hiponimi. Teori semantik mempengaruhi ancangan untuk menggambarkan arti dari sebuah kata (Johnson et al. 1999: 286). Semantik merupakan ilmu pengetahuan yang direkam dalam pustaka bahasa dan dalam pola-pola pembentukannya untuk arti yang lebih rumit dan juga lebih luas sampai ke taraf arti dalam kata.
Semantik leksikal adalah telaah tentang arti dari kata secara individual (Brinton 2000: 127). Fromkin et al. (2003: 173) menambahkan bahwa semantik leksikal berhubungan dengan arti kata dan hubungan makna di antara kata. Jadi semantik leksikal mempelajari arti yang bertalian dengan kata, sedangkan semantik gramatikal mempelajari arti dalam satuan bahasa di atas kata seperti frasa, klausa, dan kalimat.
Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna. Istilah ini merupakan istilah baru dalam bahasa Inggris. Para ahli bahasa memberikan pengertian semantik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik atau tanda-tanda lingual dengan hal-hal yang ditandainya (makna). Istilah lain yang pernah digunakan hal yang sama adalah semiotika, semiologi, semasiologi, dan semetik. Pembicaraan tentang makna kata pun menjadi objek semantik. Itu sebabnya Lehrer (1974:1) mengatakan bahwa semantik adalah studi tentang makna (lihat juga Lyons 1, 1977:1), bagi Lehrer semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.
Makna kata buku adalah konsep buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar di samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
Pandangan yang bermacam-macam dari para ahli mejadikan para ahli memiliki perbedaan dalam mengartikan semantik. Pengertian semantik yang berbeda-beda tersebut justru diharapkan dapat mngembangkan disiplin ilmu linguistik yang amat luas cakupannya.
1. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
2. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
3. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
4. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
5. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.
6. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
7. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti. Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Semantik mengandung pengertian studi tentang makna dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantic merupakan bagian dari linguistik.
Semantic sebenarnya merupakan ilmu tentang makna, dalam bahasa Inggris disebut meaning. Kata semantic sendiri berasal dari bahasa Yunani. Yaitu sema (kata benda) yang berarti “menandai” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Kemudian semantic disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistic untuk memelajari hubungan antara tanda-tanda linguistic dengan sesuatu yang ditandainya.
Namun istilah semantic sama halnya dengan kata semantique dalam bahasa Perancis yang diserap dari bahasa Yunani yang diperkenalkan oleh M. Breal. Di dalam kedua istilah semantics dan semantique, sebenarnya semantic belum secara tegas membahas makna karena lebih banyak membahas tentang sejarahnya.
Selain itu istilah semantic dalam sejarah linguistic digunakan pula istilah seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik yang merupakan bidang studi yang memelajari makna dari suatu lambang atau tanda pada objek cakupan yang lebih luas yakni mencakup lambang atau tanda pada umumnya. Berbeda dengan istilah sematik yang digunakan dalam bidang studi linguistic.
Sejarah Semantik
Semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani Sema (Nomina) ‘tanda’: atau dari verba samaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan oleh para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna. Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa (morfologi-sintaksis) dan semantik.
Istilah semantik baru muncul pada tahun 1984 yang dikenal melalui American Philological Association ‘organisasi filologi amerika’ dalam sebuah artikel yang berjudul Reflected Meanings: A point in Semantics. Istilah semantik sendiri sudah ada sejak abad ke-17 bila dipertimbangkan melalui frase semantics philosophy. Sejarah semantik dapat dibaca di dalam artikel “An Account of the Word Semantics (Word, No.4 th 1948: 78-9). Breal melalui artikelnya yang berjudul “Le Lois Intellectuelles du Language” mengungkapkan istilah semantik sebagai bidang baru dalm keilmuan, di dalam bahasa Prancis istilah sebagai ilmu murni historis (historical semantics).
Historical semantics ini cenderung mempelajari semantik yang berhubungan dengan unsur-unsur luar bahasa, misalnya perubahan makna dengan logika, psikologi, dst. Karya Breal ini berjudul Essai de Semanticskue. (akhir abad ke-19).
Reisig (1825) sebagai salah seorang ahli klasik mengungkapkan konsep baru tentang grammar (tata bahasa) yang meliputi tiga unsur utama, yakni etimologi, studi asal-usul kata sehubungan dengan perubahan bentuk maupun makna; sintaksis, tata kalimat dalam semasiologi, ilmu tanda (makna). Semasiologi sebagai ilmu baru pada 1820-1925 itu belum disadari sebagai semantik. Istilah Semasiologi sendiri adalah istilah yang dikemukakan Reisig. Berdasarkan pemikiran Resigh tersebut maka perkembangan semantik dapat dibagi dalam tiga masa pertumbuhan, yakni:
1. Masa pertama, meliputi setengah abad termasuk di dalamnya kegiatan reisig; maka ini disebut Ullman sebagai ‘Undergound’ period.
2. Masa Kedua, yakni semantik sebagai ilmu murni historis, adanya pandangan historical semantics, dengan munculnya karya klasik Breal(1883)
3. Masa perkembangan ketiga, studi makna ditandai dengan munculnya karya filolog Swedia Gustaf Stern (1931) yang berjudul “Meaning and Change of Meaning With Special Reference to the English Language Stern melakukan kajian makna secara empiris
Semantik dinyatakan dengan tegas sebagai ilmu makna, baru pada tahun 1990-an dengan munculnya Essai de semantikue dari Breal, yang kemudian pada periode berikutnya disusul oleh karya Stern. Tetapi, sebelum kelahiran karya stern, di Jenewa telah diterbitkan bahan, kumpulan kuliah dari seorang pengajar bahasa yang sangat menentukan perkembangan linguistik berikutnya, yakni Ferdinand de Saussure, yang berjudul Cours de Linguistikue General. Pandangan Saussure itu menjadi pandangan aliran strukturalisme. Menurut pandangan strukturalisme de Saussure, bahasa merupakan satu sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan (the whole unified). Pandangan ini kemudian dijadikan titik tolak penelitian, yang sangat kuat mempengaruhi berbagai bidang penelitian, terutama di Eropa.
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).
6. Semantik telah melepaskan diri dari filsafat, tetapi tidak berarti filsafat tidak membantu perkembangan semantik (perhatikan pula akan adanya semantik filosofis yang merupakan cabang logika simbolis.
Pada tahun 1923 muncul buku The Meaning of Meaning karya Ogden & Richards yang menekankan hubungan tiga unsur dasar, yakni ‘thought of reference’ (pikiran) sebagai unsur yang menghadirkan makna tertentu yang memiliki hubungan signifikan dengan referent(acuan). Pikiran memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan langsung dengan symbol (lambang). Lambang tidak memiliki hubungan yang arbitrer. Sehubungan dengan meaning, para pakar semantik biasa menetukan fakta bahwa asal kata meaning(nomina) dari to mean (verba), di dalamnya banyak mengandung ‘meaning’ yang berbeda-beda. Leech (1974) menyatakan bahwa ahli-ahli semantik sering tidak wajar memikirkan’the meaning of meaning’ yang diperlukan untuk pengantar studi semantik. Mereka sebenarnya cenderung menerangkan semantik dalam hubungannya dengan ilmu lain; para ahli sendiri masih memperdebatkan bahwa makna bahasa tidak dapat dimengerti atau tidak dapat dikembangkan kecuali dalam makna nonlinguistik.
Semantik dan Disiplin Ilmu Lain
Persoalan makna bukan saja dipelajari dalam semantic tetapi juga filsafat, logika dan psikologi. Dengan kata lain bahwa adanya hubungan antara linguistic yang memelajari makna dengan disiplin ilmu-ilmu lain diatas. Hubungan tersebut dikemukakan oleh George (i64:24) sebagai berikut :
Telah diketahui bahwa manusia dalam berkomunikasi menggunakan kalimat(namun ada pula yang berkomunikasi secara non verbal). Kalimat merupakan kajian sintaksis, sedangkan kalimat diucapkan oleh manusia mengandung makna. Dengan demikian dapat dilihat adanya hubungan antara tataran linguistic berupa sintaksis dan semantic.
Lebih lanjut George (1964) berpendapat bahwa selain hubungan antara linguistic, psikologi, logika dan filsafat, tampak pula kedudukan pragmatic semantic behavioral. Kemudian ada pula hubungan antara linguistic, psikologi, logika dan filsafat, tampak pula adanya filsafat linguistic.
Batas-batas pendekatan seorang linguis, filsuf, psikolog, dan orang yang bergerak dalam bidang logika dalam semantic susah untuk dijelaskan.
Semantic sebagai ilmu, memelajari pemaknaan dalam bahasa dan terbatas pada pengalaman manusia. Jadi, secara ontologism semantic membatasi masalah pada pengalaman yang dikajinya hanya pada persoalan yang terdapat didalam ruang lingkup jangkauan pengalaman manusia. Selain itu semantic membicarakan apa yang ditandai. Hal tersebut dikemukakan oleh Morris (1946) dalam bukunya berjudul signa, language dan behavior. Jadi jika seekor anjing bereaksi berharap adanya makanan apabila mendengar bel, maka bel tersebut sebagai penanda adanya makanan.
Sifat kemajemukan bahasa sering menimbulkan kekacauan semantic, misalnya dua oarng sedang berkomunikasi menggunakan kata yang sama untuk pengertian yang berbeda, atau sebaliknya. Namun kekacauan semantic dapat dihindari dengan prinsip kooperatif. Namun Kempson (1997:6) prinsip kooperatif berhubungan dengan kuantitas kata, kuantitas pembicaraan, hubungan pembicaraan dan penyampaian yang jelas.
Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang tidak terlepas dari arti atau makna pada setiap perkataan yang diucapkan. Semantik merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam studi linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi makna, erubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata dan makna kalimat.
A.      Sinonim
Sinonim secara etimologi berasal dari 2 bentuk dalam bahasa Yunani Kuno yakni onoma= nama dan syn = dengan.
Secara harafiah sinonim  berarti nama lain untuk benda yang sama,, atau hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya.
Sedangkan semantik Verhaar mengemukakan bahwa sinonim sebagai ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.

CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :

auti                                =               lok
(utti)                                              (loka)
Pisang                                           Pisang

B.      Antonim
Antonim secara etimologi berasal dari 2 bentuk dalam bahasa Yunani Kuno yakni onoma= nama dan anti = melawan.
Secara harafiah antonim berarti hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan atau kontras antara yang satu dengan yang lainnya. Verhaar mengemukakan bahwa antonym adalah ungkapan yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.      

CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :

tErii                                X                             micw
(terri)                                                            (miccawa)
Menangis                                                    Tertawa

C.      Hiponim
Hiponim, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani Kuno yakni onoma= nama dan hypo= di bawah.
Secara harafiah hiponim berarti nama yang termasuk di bawah lain atau hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknya tercakup dalam rangka bentuk ujaran yang lain.

CONTOH DALAM BAHASA DAERAH BUGIS :

bel (bale) = ikan dengan kata cEpi (ceppi) = lele,  bolo (bolong) = gabus dan sebagainya. Lele disebut berhiponim dengan ikan, sementara ikan disebut hipernim dari lele ataupun gabus.

D.      Polisemi
Palmer berpendapat polisemi adalah suatu kata yang mengandung seperangkat makna yang berbeda, mengandung makna ganda.
Sedangkan Simpson mengatakan polisemi adalah sebuah kata memiliki dua atau lebih relasi makna.
Sebuah kata dikatakan polisemi jika kata itu mempunyai makna lebih dari satu.
Polisemi terjadi karena :
1.       Kecepatran melafalkan kata
2.       Factor gramatikal
3.       Factor leksikal
4.       Factor pengaruh bahasa asing
5.       Factor pemakai bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata

E.       Homonim
Homonim adalah dua buah kata atau satu satuan ujaran yang bentuknya “kebetulan” sama ; maknanya tentu saja berbeda, karena masing-masing merupakan kata bentuk ujaran yang berlainan.
Pada homonym ada dua istilah yakni homofoni yakni adanya kesamaan bunyi antara dua satuan ujaran, tanpa memperhatikan ejaannya, apakah ejaannya sama atau berbeda. Dan homografi yaitu mengacu pada bentuk ujaran yang ortografinya atau ejaannya, tetapi ucapan dan maknanya tidak sama.


F.       Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaan merupakan gejala dapat terjadinya kegandaan makna akbiat tafsiran gramatikal yang berbeda.
Menurut Ullman, Ambiguitas atau ketaksaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti.

Ambiguitas terdiri dari :
1.       Ambiguitas tingkat fonetik, timbul akibat membaurnya bunyi-bunyi bahasa yang diujarkan
2.       Ambiguitas tingkat gramatikal, timbul pada satuan kebahasaan yang disebut kalimat atau kelompok kata
Ambigugitas leksikal. Setiap kata bisa mengandung lebih dari satu makna. Dan bisa mengacu pada sesuatu yang berbeda sesuai dengan lingkungan penuturnya
LEKSEM
                Kalimat merupakan untaian beberapa unsur yang di dalam semantik disebut dengan istilah leksem. Leksem memiliki perbedaan dengan kata. Kata lebih banyak berhubungan dengan ketatabahasaan morfologis dan peristiwa morfologis, sedangkan leksem adalah merujuk kepada kata atau frase yang merupakan satuan yang bermakna. Dengan kata lain leksem merupakan satuan-satuan semantik. Namun demikian ada beberapa kesulitan sehubungan dengan konsep leksem tersebut :
a.    Tidak semua leksem memiliki makna leksikal, dalam hal ini dikenal istilah leksem penuh dengan leksem tugas. Leksem penuh adalah leksem yang maknanya bisa langsung dianalisis, sedangkan leksem tugas adalah leksem yang memiliki makna ketika bergabung dengan leksem lain.
b.    Di dalam bahasa lisan sulit menentukan batas leksem.
c.     Ada leksem yang bersifat transparan dan ada leksem yang bersifat opak (opaque ‘tak tembus cahaya, buram’). Leksem yang transparan adalah leksem yang maknanya dapat ditentukan dari bahagiannya, sedangkan leksem opak adalah leksem utuh.
d.    Terdapat leksem yang tergolong fonestetik, misalnya ada bahasa memiliki konsonan kluster, dsb.
e.    Analisis makna terkadang mengabaikan analisis kata.
f.     Penggunaan leksem dalam kalimat tidak bisa secara sembarangan.
g.    Karena adanya idiom dan ungkapan. Makna idiom tidak bisa ditelusuri dari leksem yang membentuknya.

Kata
Leksem
Morfem
Pengertian
Berhubungan dengan ketatabahasaan morfologis dan peristiwa morfologis
Merujuk kepada kata atau frase yang merupakan satuan yang bermakna

Perbedaan
-
-
Berupa 1 kata.
Satuan kebahasaan bermakna yang terkecil yang dapat berdiri sendiri
-
-
Berupa kata atau gabungan kata.
Leksem dalam membangun suatu makna dapat berwujud satu kata atau lebih.

Persamaan
Dapat berupa satu kata bermakna







INFORMASI
                Makna adalah unsur dari sebuah kata, atau lebih tepat jika dikatakan gejala-dalam-ujaran (Utterence-Internal-Phenomenon), sehingga di dalam studi semantik terdapat prinsip yang berbunyi jika bentuk berbeda maka makna pun berbeda meskipun perbedaannya hanya sedikit. Sebagai contoh : leksem ayah dan bapak, karena bentuk berbeda maka makna pun berbeda, meskipun hanya sedikit. Leksem ayah dan bapak sama-sama merujuk kepada seorang lelaki dewasa, akan tetapi di dalam konteks kalimat kedua leksem tersebut tidak bias saling menggantikan secara dua arah.
Misalnya : 1) ayah pergi ke pasar, kalimat tersebut bermakna sama pada kalimat 2) bapak pergi ke pasar.
Berbeda halnya pada kalimat 3) Bapak Presiden meresmikan jalan Tol, kalimat ini tidak bisa digantikan dengan kalimat 4) ayah Presiden meresmikan jalan Tol.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa di samping terdapat istilah makna, terdapat pula istilah informasi. Jika makna merupakan gejala dalam ujaran maka informasi merupakan gejala luar ujaran.
Oleh karena antara makna dan informasi berbeda maka suatu kalimat tertentu tidak akan sama maknanya dengan parafrase dari kalimat tersebut, sebab parafrase tidak lain daripada rumusan informasi yang sama dalam bentuk ujaran yang lain. Di samping parafrase terdapat pula perifrase yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang. Suatu perifrase menambah sesuatu pada yang di perifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasi yang sama. Sehingga dapat dikatakan bahwa setiap perifrase adalah parafrase akan tetapi tidak semua parafrase adalah perifrase.
MAKSUD
Informasi dan maksud sama-sama merupakan sesuatu di luar ujaran. Akan tetapi kedua istilah ini memiliki perbedaan. Informasi merupakan sesuatu di luar ujaran dengan menekankan objek atau yang dibicarakan. Sedangkan maksud adalah sesuatu di luar ujaran dengan menekankan pembicara, yang mengucapkan atau subjeknya.
TANDA
                Di dalam bahasa Indonesia “tanda” memiliki banyak pengertian, yakni : yang menjadi alamat, gejala, bukti, pengenal ataupun petunjuk. Istilah tanda dikembangkan oleh Perre pada abad ke-18 yang dipertegas oleh Odgen dan Richards dalam bukunya The Meaning Of Meaning pada tahun 1923. Menurutnya, tanda selalu terdapat dalam hubungan yang triadic yakni ground, objek, dan interpretant yang menjadi dasar membuat klasifikasi tanda.
                Tanda yang dihubungkan dengan ground terdiri atas :
a.    Qualisign, adalah kualitas yang melekat pada tanda tersebut. Misalnya kata-kata kasar, halus, merdu, dan lain-lain.
b.    Sinsign, adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda. Misalnya : pada keruh.
c.     Legisign, adalah norma yang dikandung oleh tanda. Misalnya : rambu lalu lintas.
Berdasarkan objek Pierce membagi tanda tersebut ke dalam tiga :
a.    Icon, adalah hubungan antara tanda dengan objek atau acuan yang bersifat kemiripan.
b.    Indeks, adalah tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.
c.     Simbol, adalah tanda yang bersifat konvensional.
Berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas :
a.    Rheme, adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah matanya bisa saja sakit mata, akan tetapi bisa saja karena sedang marah.
b.    Dicent Sign, adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya jika jembatan berlubang ditandai dengan memasukkan ranting pohon ke lubang tersebut.
c.     Argument, adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.
                Dalam perkembangannya teori tanda kemudian dikenal dengan nama semiotik yang dibagi ke dalam tiga cabang :
a.    Semantik, berhubungan dengan tanda-tanda.
b.    Sintaktik, berhubungan dengan gabungan tanda-tanda.
c.     Pragmatik, berhubungan dengan asal-usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-tanda di dalam tingkah laku berbahasa.
Penggolongan tanda dapat dilakukan dengan cara :
1. tanda yang ditimbulkan oleh alam yang diketahui oleh manusia karena pengalamannya.
    Misalnya : jika mendung pertanda akan hujan.
2. tanda yang ditimbulkan oleh binatang, diketahui manusia dari suara binatang tersebut.
    Misalnya : burung hantu yang berbunyi hanya sekali pertanda akan ada yang meninggal.
3. tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibagi dua :
a. yang bersifat verbal, adalah tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat bicara.
b. yang bersifat non-verbal, adalah tanda yang digunakan oleh manusia untuk
    berkomunikasi. Tanda ini dibedakan atas :
i)  tanda yang dihasilkan oleh anggota badan sebagai bahasa isyarat. Misalnya :
    mengangguk pertanda setuju.
ii) tanda yang dihasilkan melalui bunyi atau suara. Misalnya : menjerit pertanda minta
    tolong.
LAMBANG
                Lambang atau simbol adalah unsur bahasa yang bersifat arbitrer dan konvensional yang mewakili hubungan objek dan signifikasinya. Lambang atau simbol memiliki hubungan tidak langsung dengan kenyataannya. Tanda dalam bentuk huruf-huruf disebut lambang atau simbol; yang tertulis, ataupun yang didengar dari orang lain yang berfungsi sebagai alat komunikasi disebut lambang. Ciri-ciri lambang adalah sebagai berikut :
a.    Tanda.
b.    Mengganti atau mewakili. Jika orang berkata anjing, maka lambang kuda mewakili atau mengganti sejenis hewan yang namanya anjing.
c.     Berbentuk tertulis atau lisan.
d.    Bermakna. Setiap lambang pasti bermakna, ada pesan, ada gagasan, dan konsep yang dimilikinya.
e.    Aturan. Lambang adalah aturan, aturan bagaimana seseorang menentukan pilihan dan sikap.
f.     Berisi banyak kemungkinan karena kadang-kadang tidak jelas.
g.    Berkembang dan bertambah. Lambang berkembang terus sesuai dengan kebutuhan manusia.
h.    Individual, maksudnya lambang-lambang itu digunakan oleh seseorang meskipun terjadi komunikasi.
i.      Menilai, maksudnya apa yang dikatakan semuanya berisi penilaian seseorang tentang sesuatu.
j.      Berakibat, maksudnya lambang-lambang yang karena dipergunakan menimbulkan akibat tertentu.
k.    Memperkenalkan, maksudnya lambang tersebut menjadi pengenal adanya sesuatu.
PENAMAAN DAN PENDEFINISIAN
PENAMAAN
                Bahasa adalah sistem tanda yang digunakan untuk berkomunikasi, tanda yang dimaksud adalah lambang, lambang yang bisa dilihat dari dua sisi yakni sisi bentuk (expression, signifier) dan sisi makna (content, signified). Lambang merupakan kata di dalam suatu bahasa, sedangkan makna adalah objek yang dihayati di dunia nyata berupa acuan yang ditunjukkan oleh lambang tersebut. Karena itu, kata-kata dapat dikatakan sebagai nama lebel setiap benda, aktivitas, atau peristiwa.
Sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi sesuatu diberi nama atau lebel dapat ditelusuri seperti berikut :
a.    Peniru Bunyi, nama-nama benda dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut.
b.    Penyebutan Bagian, adalah gaya bahasa yang menyebutkan bagian dari suatu benda atau hal, padahal yang dimaksud adalah keseluruhannya.
c.     Penyebutan sifat khas, adalah penamaan sebuah benda berdasarkan sifat yang khas yang dimiliki benda tersebut.
d. Penemu dan Pembuat, adalah benda yang diberi nama berdasarkan penemu atau
    pembuatnya (penciptanya).
e. Tempat Asal, pemberian nama benda berdasarkan daerah asalnya.
f. Bahan, sejumlah benda diberi nama berdasarkan bahan pokok benda tersebut.
g. Keserupaan, sejumlah kata dipergunakan secara metaforis, yakni kata yang digunakan
    dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna
    leksikal dari kata tersebut.
h. Pemendekan, kata-kata yang terbentuk sebagai hasil penggabungan unsur-unsur huruf
    awal atau suku kata dari beberapa kata yang digabungkan menjadi satu.
i. Penamaan baru, yakni penggantian kata dengan kata lain.
PENDEFENISIAN
                Pendefenisian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya.
                Beberapa jenis defenisi antara lain :
a. Defenisi Sinonimis adalah defenisi yang tingkat kejelasannya paling rendah. Defenisi
    jenis ini adalah suatu kata didefenisikan dengan sebuah kata lain yang merupakan
    sinonim dari kata tersebut.
b. Definisi Formal adalah defenisi yang tingkat kejelasannya lebih baik. Dalam defenisi ini,
    konsep atau ide yang akan didefenisikan itu disebutkan dulu sebuah ciri umumnya lalu
    disebutkan pula ciri khususnya yang menjadi pembeda dengan konsep atau ide lain yang
    sama ciri umumnya.
c. Defenisi Logis, mengidentifikasikan secara tegas objek, ide atau konsep yang
    didefenisikan sedemikian rupa, sehingga objek tersebut berbeda secara nyata dengan
    objek-objek lain.
d. Defenisi Ensiklopedis, menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala
    sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep yang didefenisikan.
e. Defenisi Operasional, adalah defenisi yang dibuat untuk membatasi konsep-konsep yang
    akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan.

Sinonimi
Istilah sinonim (=Inggris synonymy) berasal dari kata bahasa Yunani Kuno, onoma=nama dan sym=dengan. Makna harafiahnya, adalah nama lain untuk benda yang sama. Untuk mendefinisikan sinonimi, ada tiga batasan yang dapat dikemukakan. Batasan itu adalah:
a.       Leksem-leksem dengan acuan ekstra linguistik yang sama
b.      Leksem-leksem yang mengandung makna yang sama
c.       Leksem-leksem yang dapat disunstitusi dalam konteks yang sama
Zgusta (1971:89) mengatakan, “synonyms: they are words which have different forms but identical meaning”, sedangkan Verharr (1981:132) mengatakan, sinonimi ialah “ungkapan (biasanya sebuah kata tetapi dapat pula beberapa frase atau malah kalimat) yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan yang lain”. Dari definisi Verharr ini, kita melihat perkataan, yang kurang lebih sama maknanya, karena kesamaan makna tidak berlaku sempurna. Artinya, meskipun maknanya sama tetapi tetap memperlihatkan perbedaan-perbedaan, apalagi kalau dihubungkan dengan pemakaian leksem-leksem tersebut.
Seperti dikatakan diatas, meskipun beberapa leksem bersinonim tetap memperlihatkan perbedaan. Meskipun leksem /meninggal/ dan /mati/ memperlihatkan kesamaan makna, tetapi pemakaiannnya berbeda. Misalnya, leksem /meninggal/ hanya digunakan untuk manusia dan tidak untuk binatang atau tumbuh-tumbuhan.
Dalam kaitan ini, Verharr membedakan sinonimi menurut taraf dimana bentuk tersebut terdapat, yakni:
a.       Sinonimi pada antar kalimat, misalnya Ahmad melihat Ali dan Ali melihat Ahmad,
b.      Sinonimi antar frase, misalnya rumah bagus itu dan rumah yang bagus itu,
c.       Sinonimi pada antar kata, misalnya nasib dan takdir, memuaskan dan menyenangkan,
d.      Sinonimi pada antar morfem (terikat dan bebas), misalnya buku-bukunya dan buku-buku mereka, kulihat dan saya lihat. 
Collison mencoba mentabulasi perbedaan-perbedaan sinonimi diatas:
a.       Suatu leksem lebih umum dari yang lain, misalnya tumbuh-tumbuhan lebih umu dari pada tebu.
b.      Suatu leksem labih intens dari yang lain, misalnya memperhatikan lebih intens dari pada melihat.
c.       Suatu leksem lebih emotif dari yang lain, misalnya meninggal dan mampus, memohon dan meminta.
d.      Suatu leksem lebih profesional dari yang lain, misalnya riset lebih profesional dari pada penelitian.
e.      Suatu leksem lebih dapat mencakup penerimaan atau penolakan dari segi moral, sedangkan yang lain bersifat netral, misalnya sedekah dan pemberian.
f.        Suuatu leksem lebih bersifat puitis atau kesastraan dari yang lain, misalnya puspa dan bunga.
g.       Suatu leksem lebih kolokial dari yang lain, misalnya situ dan saudara.
h.      Suatu leksem lebih bersifat lokal atau kedaerahan dari yang lain, misalnya ngana (dialek Manado) dan saudara.
i.         Leksem yang khusus digunakan bayi, misalnya mam dan ibu.
Palmer mengemukakan lima kemungkinan perbedaan pada sinonimi. Kelima perbedaan itu, ialah:
a.       Perbedaan karena dialek atau kebiasaan setempat, misalnya leksem /fall/ digunakan di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris digunakan leksem /autumn’musim gugur’/, leksem /gue/ dialek Jakarta, dan /kita/ dialek Manado, /saya/ bahasa Indonesia.
b.      Perbedaan pada pemakaian, misalnya leksem /mati/ dan /meninggal/. Leksem /meninggal/ hanya untuk manusia, sebab tidak mungkin kita mengatakan, sapi saya meninggal kemarin.
c.       Perbedaan pada nilai leksem, misalnya leksem /memohon/ dan /meminta/, leksem /laksanakan/ dan /laksanakan dalam waktu yang dekat/.
d.      Perbedaan berdasarkan kolokial tidaknya leksem, misalnya /situ/ dan /saudara/.
e.      Perbedaan karena hiponim, misalnya /sapi/ merupakan hiponim dari leksem /binatang/.
Untuk menguji sampai dimana batas-batas dua leksem bersinonimi, Palmer dan Ullman menggunakan dua cara, yakni Substitusi dan mencari lawannya. Sinonimi ynag dapat diuji dengan substitusi tidak berlaku ketat, misalnya leksem /mati/ dan /meninggal/. Kita dapat mengatakan , Dula mati, Dula meninggal, tetapi tidak mungkin , pepaya meninggal. Yang mungkin, pepaya mati. Disini kita melihat bahwa kaidah substitusi dibatasi oleh kaidah pemakaian.
Cara kedua, ialah mencari lawannya. Ini pun tidak berlaku mutlak. Misalnya leksem /terang/ bersinonim dengan leksem /jelas/. Leksem /terang/ lawannya /gelap/. Leksem /jelas/ lawannya /kabur/, dan bukan /gelap/.
Timbul pertanyaan, bagaimana hubungan antara bentuk, makna, homonimi dan sinonimi? Untuk menjawab pertanyaan ini dijawab oleh Jiri (1969:50) dengan gambar sbb:

Hubungan dimaksud diperlihatkan oleh segitiga pada gambar diatas. Jadi, bentuk sama berbeda makna, disebut homonimi, sedangkan makna sama berbeda bentuk, disebut sinonimi.


2 komentar:

sintuz bezy mengatakan...

luar biasa artikelnya ... sy mau tanya tentang nama, pribadi seseorang, bagaimna teori semantik menjelaskannya.

sintuz bezy mengatakan...

luar biasa artikelnya ... sy mau tanya tentang nama, pribadi seseorang, bagaimna teori semantik menjelaskannya.

Posting Komentar