Kebudayaan di Kabupaten Bone
Makam Raja-Raja Bone di Bukaka Watampone
Bola Soba dan
Bola Ade Pitue (Rumah Adat) Bone
Rumah yang
berbentuk panggung dan biasanya memiliki 3 bagian yaitu bagian atas, tengah dan
bawah. RUmah ini menjadi inspirasi bagi pembangunan Rumah Besar (Saoraja). Bagian
atas untuk menyimpan (lumbung) padi/makanan. Tempat tinggal ada di bagian
tengah. Sejak jaman Belanda sudah jarang dibangun Rumah Adat Bone dengan kayu,
lebih banyak dari semen. Sekarang masih tersisa di daerah Watampone.
Situs Perjanjian
Tellu (Telu) Boccoe
Tempat perjanjian
Raja Bone, Raja Wajo dan Raja Soppeng. Bunyi perjanjian itu "Barang siapa
pihak kerajaan yang melihat cahaya titik cahaya terang, maka kerajaan itu yang berhak
memberitahu saudara-saudaranya yang berjanji". Inilah kesepakatan ketiga
kerajaan itu dalam menghadapi musuh-musuh yang ingin menghancurkan daerah
tersebut. Mereka bekerjasama, sebuah perjanjian suci untuk saling bahu-membahu
menghadapi musuh.
Patung Arung
Palakka
Raja pemersatu
rakyat Bugis dan wilayah Sulawesi, gagah berani dan mempunyai sifat terpuji. Pahlawan
Bone, Pahlawan Kemanusiaan. Arung Palakka yang mengeluarkan masyarakat Bone
dari garis kemiskinan dan tindasan kerajaan lain.
Masjid Tua Al-Mujahidin Watampone
Merupakan salah
satu jejak Islam di Tanah Bone. Berada di tengah-tengah kota Watampone.
Mesjid ini masih asli dan merupakan salah satu dari jejak Islam di Sulawesi.
Memiliki sebuah tembok pertahanan dengan tebal sekitar 1 meter.
Makam Raja-raja
Bone
Makam Raja Bone
ke 13 dan 21 Kalokkoe berada di belakang Mesjid Tua Al-Mujahidin. Makam Raja
Bone memang tersebar di Lalebata, Naga Ulun, Luwu, Bukaka, Bantaeng, Makassar,
bahkan ada di Tanah Kalibata.
Kawasan Tanah
Bangkalae
Dahulu kerajaan
di tanah Sulawesi sering terjadi selisih paham semisal antara Kerajaan Goa,
Kerajaan Bone, dan Kerajaan Luwu. Untuk mempersatukannya dibentuklah simbol
pemersatu ketiga kerajaan itu. Tanah Bangkalae itu merupakan penyatuan tanah
dari 3 kerajaan tersebut dengan tujuan agar ke-3 kerajaan tersebut bersatu.
Menjadi tempat pelantikan raja yang dimulai dari Raja Bone saat itu yaitu Raja
Bone ke 16. Tanah Bangkalae adalah tanah tempat pelantikan raja, berwarna
kemerah-merahan, dan dianggap sebagai Tanah Dewa.
Manurunge (To
Manurung yang dikenal Manurungnge ri Matajang atau Mata Silompoe)
Disinilah tempat
terjadi kontrak pemerintah Rakyat Bone (Tujuh raja-raja kecil) dengan Manurung
E.rimatajang Raja Bone Pertama pada tanggal 16 April 1330 dan menjadi hari
lahirnya Kabupaten Bone. Berada di lokasi Kecamatan Tanete Riatan.
Manurung merupakan manusia suci yang turun dari langit. Manurunge adalah
pemersatu rakyat yang bertikai saat itu (matoa-mata) ke dalam Kerajaan Bone.
Soraja Petta Panggawae
Rumah Besar Bola
Soba bertingkat 5 milik seorang raja Bone untuk panglimanya. Rumah ini adalah
Istana Panglima Perang Bone dengan atap bertingkat 4, sedangkan rumah Raja
memiliki atap bertingkat 5. Sekarang menjadi tempat pelestarian budaya Bugis
Bone.
Museum Lapawawoi
Saoraja
Merupakan rumah
Raja Bone ke-31, Andi Mapparinggi bergelar LAWAWOWOI KARAENG SIGERI MATINROE RI
BANDUNG, yang dijadikan sebagian rumahnya dijadikan museum Bugis Bone. Museum ini
menjadi tempat penyimpanan benda-benda seni dan budaya tradisional Bugis Bone.
Dahulunya pernah menjadi gedung DPRD Kabupaten Bone. Menyimpan gambar raja-raja
Bone dan benda-benda duplikat upacara adat istiadat Bone.
Museum Arajang
Menyimpan
benda-benda milik Arung Palakka yang juga merupakan benda-benda pusaka seperti
Payung Emas, Payung Perak, Sarung dan Pegangan, serta Selempang/Salimpang Emas
(Sembangengpulaweng) yang panjangnya 177 cm dengan berat 5 kg emas murni 24
karat. Setiap tahunnya dilakukan pembersihan benda-benda bersejarah dan sakral
tersebut. Museum ini dibuka setahun sekali pada hari jadi Tanah Bone mengingat
banyak benda bersejarah yang sangat perlu dilindungi.
Wisata Alam Bersejarah Kab. Bone:
- Goa Mampu di Desa Cabbeng Kecamatan Dua BoccoE
- Goa Janci di Desa Mallari Kecamatan Awangpone
- Tempat Peraduan Arung Palakka dalam Goa di Kecamatan Awangpone
Wisata Alam Kab.
Bone:
- Tanjung Pallette di Kecamatan Tanete Riattang Timur
- Desa Gareccing di Kecamatan Tonra
- Pantai Cappa Ujung di Kecamatan SibuluE
- Permandian Bonto Jai di Kecamatan Bontocani
- Permandian AlingE di Kecamatan Ulaweng
- Permandian Lanca di Kecamatan TellusiattingE
- Air Panas Saweng di Kecamatan Ponre
- Bendungan Salomekko di Kecamatan Salomekko
- Taretta Kecamatan Amali
Tari Tradisional
Kirab
Kerajaan
Dalam
sejarah Sulawesi Selatan, Kerajaan Bone merupakan kerajaan besar, tangguh dan
disegani pada masa lampau. Bukti-bukti kebesarannya terdapat dalam
manuskrip-manuskrip kuno disebut lontara dan ada yang terhimpun dalam sebuah buku ”Latoa” berisikan
tata aturan pemerintah dan pranata kehidupan kemasyarakatan Kerajaan Bone.
Selain itu terdapat beberapa tanda-tanda pusaka kerajaan yang masih terawat dan
tersimpan baik di Rumah Jabatan Bupati Bone (bekas Saoraja atau Istana Raja
Bone), serta benda-benda kuno lainnya disimpan di Museum Lapawawoi yang juga
merupakan Saoraja (Istana Raja Bone).
Kirab
Kerajaan Bone adalah untuk menunjukkan keberadaan kejayaan Kerajaan Bone masa
lalu. Kirab Kebesaran Kerajaan Bone terdiri dari :
a.
Kelompok
Laskar : 41 (empat puluh satu) orang
b.
Kelompok
Adat : 108 (seratus delapan) orang
Kirab
Kebesaran Kerajaan Bone didukung oleh 149 orang peserta. Sebenarnya pada Zaman
Kerajaan setiap kelompok pasukan berjumlah 40 orang, dan apabila akan
diperagakan sebagaimana halnya pada zaman Kerajaan maka, Kirab ini akan
didukung sekitar 700 (tujuh ratus) orang. Apa yang ditampilkan dalam Kirab ini
sudah sesuai dengan tata aturan Kerajaan, hanya personil setiap kelompok
dikurangi. Pakaian yang dikenakan oleh peserta, juga dengan ketentuan adat yang
berlaku pada zaman Kerajaan.
Upacara Adat
Tudang Ade
1. Nama
: Upacara Tudang Ade (duduk secara
Adat)
2. Tempat pelaksanaan : 108 (seratus delapan) orang
3. Waktu pelaksanaan : 108 (seratus delapan) orang
4. Maksud diadakannya upacara :
o
Memusyawarahkan hal-hal
penting yang menyangkut pemerintahan atau permasalahan yang dihadapi oleh
kerajaan untuk mencapai kesepakatan dan mufakat. Hal ini menunjukkkan bahwa
dalam pemerintahannya Raja Bone tidak bersifat otoriter melainkan Demokrasi,
karena Raja senantiasa melibatkan seluruh Dewan Kerajaan dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut Kerajaan dan kepentingan Rakyat. Selain itu upacara
ini juga menunjukkan bahwa Raja Bone adalah seorang Raja yang murah hati dan
ramah terhadap bawahannya dengan menjamu mereka makanan ringan khas kerajaan
serta perlu untuk diterima secara adat.
o
Apabila Kerajaan
kedatangan tamu resmi dari kerajaan lain dan dianggap perlu untuk diterima
secara adat.
5. Unsur pelaksanaan Upacara sebanyak
110 orang
6. Rangkaian Upacara sebagai berikut :
o
Tomarilaleng, Makedang
Tana, Ponggawa, Anreguru, Anakarung dan Ade Pitu mengambil tempat yang sudah
ditentukan.
o
Arung Palili datang dan mengambil
tempat yang sudah ditentukan.
o
Para isteri Ade
Pitu dan isteri Bangsawan lain melakukan hal tersebut di atas.
o
Para Joa juga
melakukan hal yang sama.
o
Raja dan
Permaisuri memasuki ruang pertemuan dan duduk pada tempat yang telah disiapkan.
o
Acara Mappaota,
seluruh hadirin disuguhi sirih dan nampak oleh beberapa orang pria untuk tamu
pria dan wanita bagi tamu wanita.
o
Arungpone mulai
bersabda kemudian terjadi dialog dengan para anggota Dewan Kerajaan dan Para
Bangsawan, membicarakan hal penting dalam kerajaan serta mencari jalan
pemecahannya melalui musyawarah.
o
Setelah
pembicaraan selesai, dihidangkan minuman dan makanan kecil o1eh parakka'
(pe1ayan) sesuai adat dan tata cara kerajaan.
o
Arungpone meninggalkan ruang pertemuan
diikuti seluruh peserta ”tudang ade”.