Penggolongan
kata menurut Gorys Keraf, ada empat (4) kategori yaitu:
1. Kata benda
Ialah
semua kata yang dapat diterangkan atau diperluas dengan yang + kata sifat. Kata
ganti merupakan sub-golongan kata benda.
2. Kata kerja
Ialah
segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + kata
sifat. Misalnya berjalan, nyanyi, mendengar.
3. Kata sifat
Ialah
semua kata yang dapat mengambil bentuk se + reduplikasi kata dasar + nya.
Misalnya semahal-mahalnya, secepat-cepatnya.
4. Kata tugas
·
Kata tugas monovalen, yaitu yang semata-mata
bertugas untuk memperluas kalimta, misalnya dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.
·
Kata tugas yang abmivalen, yaitu kata tugas
yang juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam membentuk suatu kalimat
minim maupun mengubah bentuknya. Misalnya sudah dan tidak.
Penggolongan
dalam tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh
kategori (7), yaitu:
- Nomina (kata
benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan, misalnya buku, kuda.
- Verba (kata
kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis,
misalnya baca, lari.
- Verba
transitif (membunuh),
- Verba kerja
intransitif (meninggal),
- Pelengkap
(berumah)
- Adjektiva (kata
sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.
- Adverbia (kata
keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata
benda, misalnya sekarang, agak.
- Pronomina (kata
ganti); kata pengganti kata benda, misalnya ia, itu.
- Orang
pertama (kami),
- Orang kedua
(engkau),
- Orang
ketiga (mereka),
- Kata ganti
kepunyaan (-nya),
- Kata ganti
penunjuk (ini, itu)
- Numeralia (kata
bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan
urutannya dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.
- Angka
kardinal (duabelas),
- Angka
ordinal (keduabelas)
- Kata tugas adalah
jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya dapat
dibagi menjadi lima subkelompok:
- preposisi (kata
depan) (contoh: dari),
- konjungsi (kata
sambung) - Konjungsi berkoordinasi (dan), Konjungsi subordinat (karena),
- artikula (kata
sandang) (contoh: sang, si) - Umum dalam bahasa Eropa (misalnya the),
- interjeksi (kata
seru) (contoh: wow, wah), dan
- partikel.
Penggolongan
kata menurut Aristoteles, ada sepuluh (10) kategori yaitu:
1.
Kata Benda => Nomina
2.
Kata Sifat => Adjektiva
3.
Kata Kerja => Verba
4.
Kata Bilangan => Numeralia
5.
Kata Ganti => Pronomina
6.
Kata Keterangan => Adverbia
7.
Kata Sambung => Konjungsi
8.
Kata Depan => Prevosisi
9.
Kata Sandang => Artikel
10.
Kata Seru => Interjeksi
1.
Noun (Kata Benda)
Kata benda atau noun didefinisikan
sebagai nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang
dibendakan. Pembagian kata benda menurut bagaimana menghitungnya (how to count
it) :
a. Count
noun / Countable noun
b.
Noncount noun / Mass noun / Uncountable noun
Countable noun memiliki bentuk
singular dan plural, mereka digunakan bersama dengan singular atau plural
verb. Uncountable noun hanya memiliki satu bentuk, mereka digunakan bersama
dengan singular verb.
Countable noun adalah individu, tempat, atau
benda yang bisa dilihat dan dihitung. Uncountable noun hanya memiliki satu
bentuk. Mereka digunakan bersama dengan singular verb.
2.
Verb (kata kerja)
Verb adalah kata atau frasa yang
menyatakan keberadaan, perbuatan, atau pengalaman. Verb dikategorikan menjadi
main verb dan auxiliary verb. Dalam beberapa buku grammar, auxiliary verb
disebut helping verb karena digunakan dengan main verb, modal dan to be
termasuk dalam auxiliary verb.
3.
Adjective (kata sifat)
Adjective atau frasa adjective
mendeskripsikan noun. Kebanyakan adjective dan frasa adjective memiliki satu
bentuk saja. Mereka tidak berubah bentuk ketika bertemu dengan noun.
4.
Pronoun (kata ganti)
Pronoun digunakan untuk menggantikan
noun. Noun yang digantikan disebut antecedent. Ada beberapa macam pronoun
yaitu:
1.
subject pronoun
2.
object pronoun
3.
possessive pronoun
4.
relative pronoun
5.
reflexive pronoun
6.
reciprocal pronoun
5.
Adverb (Kata Keterangan)
Adverb dan frasa adverb menambah
informasi pada verb, adjective, atau kalimat. Mereka memberikan keterangan
tentang manner (how something is done), frequency ( how often), time and date
(when), duration of time ( how long).
6.
Kata Bilangan (Numeralia)
Adalah kata yang menyatakan jumlah
benda atau jumlah kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda.
7.
Conjunction (kata sambung)
Conjunction adalah kata yang
menghubungkan kata-kata, bagian-bagian kalimat atau menghubungkan
kalimat-kalimat.
8.
Preposition (kata Depan)
Preposition kata yang merangkaikan
kata-kata atau bagian kalimat. Preposisi biasanya diikuti oleh noun dan
pronoun.
9.
Determiner (Kata Sandang)
Determiner tidak mempunyai arti akan
tetapi mendeskripsikan noun.
10.
Kata Seru (Interjeksi)
Interjeksi mengungkapkan semua
perasaan dan maksud seseorang, maka kata seru sebenarnya bukanlah kata tetapi
semacam kalimat. Kata seru tidak dibahas dalam perangkat lunak penterjemah ini.
Penggolongan kata
menurut M. Ramlan, ada dua belas (12) kategori, yaitu:
1.
kata verbal,
2.
kata nominal,
3.
kata keterangan,
4.
kata tambah,
5.
kata bilangan,
6.
kata penyukat,
7.
kata sandang,
8.
kata tanya,
9.
kata suruh,
10. kata penghubung,
11. kata depan, dan
12. kata seruan.
Ramlan berpendapat beliau menggunakan istilah kata nominal yang
berarti kata-kata yang menduduki fungsi unsur-unsur klausa, diperoleh sejumlah
kata yang dapat menduduki fungsi S, P, dan O, dan pada tataran frasa tidak
dapat dinegatifkan dengan kata tidak, melainkan dengan kata bukan, dapat
diikuti kata itu, dan dapat mengikuti kata di atau pada sebagai
aksisnya.
Numeralia disebut dengan kata bilangan yang mempunyai
pengertian frase yang diperoleh dari sejumlah kata yang dapat diikuti kata-kata
orang, ekor, buah, helai, kodi, meter,dsb., serta dapat menyatakan jumlah dan
urutan.
Masih menurut Ramlan, menyebutkan kelas kata tambah yang
berarti frase yang diperoleh dari sejumlah kata yang cenderung hanya menduduki
fungsi atribut dalam frase yang termasuk tipe konstruksi endosentrik atributif,
di mana unsur pusatnya berupa kata verbal.
Ramlan, berpendapat menyebut dengan kata sandang yang
berarti kata yang digunakan untuk menyebut sejumlah kata yang jumlahnya
terbatas dan selalu terletak di muka kata golongan nominal sebagai atributnya.
Pendapat Ramlan, menyebut dengan istilah kata depan mempunyai arti ialah
katakata yang berfungsi sebagai penanda dalam frase eksosentrik, secara
semantik kata depan digunakan untuk menandai makna ’alat’, ’peserta’, ’cara’,
’asal’, ’bahan’, ’sebab’, ’alasan’,’unsur’, dan ’perbandingan’
Pandangan Ramlan,menggunakan istilah kata penghubung ialah
kata atau kata-kata yang berfungsi menghubungkan satuan gramatikal yang satu
dengan yang lain untuk membentuk satuan gramatikal yang lebih besar. Satuan
gramatikal yang dihubungkan itu mungkin berupa kalimat, klausa, frase, dan
mungkin pula berupa kata.
Pendapat Ramlan, menyebut dengan kata seruan ialah
kata-kata yang dalam suatu kalimat berdiri sendiri, terpisah dari unsur-unsur
lainnya, misalnya kata-kata: wah, aduh, aduhai, ai, dik, bi, pak, bu, nek, dan
sebagainya.
Menurut Ramlan, kata penyukat ialah kata yang terletak di
belakang kata bilangan dan bersama kata itu membentuk satu frase yang disebut
frase bilangan, yang mungkin terletak dimuka kata nominal.
Ramlan menjelaskan kata suruh yakni bagian kalimat yang
mengharapkan tanggapan berupa tindakan dari lawan bicara. Kalimat suruh dapat
digolongkan menjadi empat, yaitu: (1) kalimat suruh yang sebenarnya, (2)
kalimat persilahan, (3) kalimat ajakan, dan (4) kalimat larangan.
Penggolongan kata menurut Harimurti
Kridalaksana ada tiga belas (13),yaitu:
Penggolongan kata oleh ahli bahasa tersebut
memiliki ciri yang berbeda-beda satu sama lainnya. Kridalaksana menggolongkan
kata dalam bahasa Indonesia menjadi tiga belas kelas, yaitu:
1.
Verba
2.
Ajektiva
3.
Nomina
4.
Pronomina
5.
Adverbia
6.
Numeralia
7.
Interogativa
8.
Demonstrativa
9.
Artikula
10. Preposisi
11. Konjungsi
12. Fatis dan
13. Interjeksi
Menurut Kridalaksana (1986)
Verba dijelaskan sebagai kata yang dalam frase mempunyai
kemungkinan didampingi kata tidak dan tidak dapat didampingi kata di, ke, dari,
sangat, lebih, atau agak. Golongan verba dibedakan sebagai berikut:
1. Berdasarkan bentuknya
Verba dibedakan
menjadi dua macam, yaitu verba dasar bebas dan verba turunan.
2. Berdasarkan banyaknya argumen, verba dapat
dibedakan menjadi verba intransitif dan verba transitif;
3.Berdasarkan
hubungannya dengan nomina, verba dapat dibedakan menjadi verba aktif dan verba pasif;
4. Berdasarkan interaksi antara nomina pendampingnya,
verba dapat dibedakan menjadi verba resiprokal dan verba non-resiprokal;
5. Berdasarkan referensi argumennya, verba dapat dibedakan
menjadi verba refleksi dan verba non refleksi;
6. Berdasarkan
hubungan identifikasi antara argumen-argumennya, verba dapat dibedakan menjadi
verba kopulatif dan verba ekuatif;
7.Verba telis;
dan
8. Verba
performatif.
Adjektiva, menurut Kridalaksana dijelaskan sebagai
kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung dengan kata
tidak, (2) mendampingi nomina, (3) didampingi kata-kata seperti: lebih, sangat,
agak, (4) mempunyai ciri morfologis seperti –er (dalam honorer), -if (dalam
sensitif), -i (dalam alami), atau (5) dibentuk menjadi nomina dengan konfiks
ke-an, seperti adil menjadi keadilan, halus menjadi kehalusan, yakin menjadi keyakinan.
Selanjutnya, dikemukakan bahwa berdasarkan bentuknya, adjektiva dapat dibedakan
menjadi: (1) ajektiva dasar, (2) ajektiva turunan, dan (3) ajektiva paduan
leksem. Di samping itu, adjektiva dibedakan menjadi: (1) ajektiva predikatif
dan (2) ajektiva bertaraf.
Nomina, menurut Kridalaksana dijelaskan sebagai
kategori yang secara sintaktik tidak mempunyai potensi untuk (1) bergabung
dengan kata tidak dan (2) mempunyai potensi untuk didahului kata dari.
Berdasarkan bentuknya, nomina dapat dibedakan menjadi: (1) nomina dasar, (2)
nomina turunan, (3) nomina paduan leksem, dan (4) nomina paduan leksem
gabungan. Disamping itu, nomina dapat dibedakan menjadi beberapa subkategori:
(1) nomina bernyawa, (2) nomina terbilang, dan (3) nomina kolektif.
Pronomina, menurut Kridalaksana dijelaskan sebagai
kategori yang berfungsi menggantikan nomina. Berdasarkan hubungannya dengan
nomina, yaitu ada tidaknya anteseden dalam wacana, pronomina dapat dibedakan
menjadi pronomina intratekstual dan pronomina ekstratekstual. Berdasarkan jelas
tidaknya referen, pronomina dapat dibedakan menjadi pronomina takrif dan
pronomina tak takrif.
Kridalaksana menjelaskan Numeralia sebagai
kategori yang (1) dapat mendampingi nomina dalam konstruksi sintaktik, (2)
mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain dan (3) tidak dapat
bergabung dengan kata tidak atau kata sangat. Numeralia dapat digolongkan menjadi
numeralia takrif, numeralia tingkat, numeralia kolektif, dan numeralia tak
takrif.
Adverbia menurut Kridalaksana merupakan kategori yang
dapat mendampingi ajektiva,numeralia, atau preposisi dalam konstruksi
sintaktik. Berdasarkan bentuknya, adverbia dapat dibedakan menjadi: (1)
adverbia dasar bebas, (2) adverbia turunan, (3) adverbia yang terjadi dari gabungan
kategori lain dan pronomina, (4) adverbia deverbal gabungan, (5) adverbia
de-adjektival gabungan, dan (6) gabungan proses. Di samping itu, adverbia dapat
dibedakan menjadi dua subkategori yakni (1) adverbia intraklausal dan (2)
adverbia ekstraklausal.
Kridalaksana berpandangan bahwa Interogativa
merupakan kategori yang dalam kalimatinterogatif berfungsi menggantikan
sesuatu yang ingin diketahui oleh pembicara ataumengukuhkan apa yang telah
diketahui pembicara. Interogativa dibagi menjadi: (1) interogativa dasar, (2)
interogativa turunan, dan (3) interogativa terikat.
Demonstrativa, menurut pendapat Kridalaksana dijelaskan
sebagai kategori yang berfungsi menunjukan sesuatu di dalam maupun di luar
wacana. Berdasarkan bentuknya, demonstrativa dapat dibedakan menjadi: (1)
demonstrativa dasar, (2) demonstrativa turunan, dan (3) demonstrativa gabungan.
Berdasarkan ada tidaknya anteseden dalam wacana, demonstrativa dapat
digolongkan menjadi: (1) demonstrativa intratekstual atau demonstrativa
endoforik, dan (2) demonstrativa ekstratekstual atau demonstrativa eksoforik
atau demonstrativa deiktik.
Artikula, menurut pendapat Kridalaksana dijelaskan
sebagai kategori yang mendampingi nomina dasar, nomina deverbal, pronomina, dan
verba pasif dalam konstruksi eksosentrik yang berkategori nominal. Berdasarkan
ciri semantik gramatikal, artikula dapat digolongkan menjadi:(1) artikula yang
bertugas mengkhususkan nomina singularis, jadi bermakna spesifikasi, dan (2) artikula
yang bertugas mengkhususkan suatu kelompok.
Preposisi, menurut Kridalaksana dijelaskan sebagai
kategori yang terletak di depan kategori lain (terutama nomina) sehingga
terbentuk frase eksosentrik direktif. Ada tiga jenis preposisi, yaitu: (1)
preposisi dasar, (2) preposisi turunan, dan (3) preposisi yang berasal dari kategori
lain. Pendapat Ramlan, menyebut dengan istilah kata depan mempunyai arti
ialah katakata yang berfungsi sebagai penanda dalam frase eksosentrik, secara
semantik kata depan digunakan untuk menandai makna ’alat’, ’peserta’, ’cara’,
’asal’, ’bahan’, ’sebab’, ’alasan’, ’unsur’, dan ’perbandingan’.
Kridalaksana menjelaskan Konjungsi merupakan
kategori yang berfungsi meluaskan satuan dalam konstruksi hipotaktik dan selalu
menghubungkan dua satuan atau lebih dalam konstruksi, baik yang setataran
maupun yang tidak setataran. Berdasarkan posisinya, konjungsi dapat dibedakan
menjadi: (1) konjungsi intra-kalimat dan (2) konjungsi ekstra-kalimat.
Menurut Kridalaksana, Kategori Fatis ialah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan
antara pembicara dan kawan bicara. Kategori fatis biasanya terdapat dalam
konteks dialog atau wawancara bersambutan. Kategori ini dapat berbentuk bebas
dan terikat.
Kridalaksana berpendapat bahwa interjeksi adalah
kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara dan secara sintaktik
tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran, bersifat ekstrakalimat,
dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri.
Interjeksi ada yang berbentuk dasar dan ada pula yang berbentuk turunan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Fachry. 1998. “Wanita di bawah Laki-laki Rekonstruksi Posisi Kartini, Ratu
Kidul, dan
Kalinyamat”
dalam Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik
Orde
Baru. Idi Subandi Ibrahim dan Hanif Suranto. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ari
Purnami, Sita. 1998. “Penampilan Perempuan dalam Gambar Hidup Cermin
Dominasi Cara
Pandang
Patriarki” dalam Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang
Publik
Orde Baru. Idi Subandi Ibrahim dan Hanif Suranto. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Badan
Pusat Statistik. 2006. Buku Saku Kota Semarang. BPS: Semarang.
Bhasin,
Kamla. 1996. “Menggugat Patriarki” Pengantar tentang Persoalan Dominasi
terhadap
Kaum
Perempuan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Darwin,
Muhadjir dan Tukiran (ed). 2002. Menggugat Budaya Patriarki. Yogyakarta: PPK
Universitas
Gadjah Mada-Ford Foundation.
Darmojuwono,
Setiawati. 1992. “Sikap Berbahasa Pria dan Wanita Berkaitan dengan Tingkat
Pendidikan
dalam Lembaran Sastra. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Darjowidjojo,
Soenjono. 2003. “Nasib Waniita” dalam Cerminan Bahasa. Yayasan Obor
Indonesia.
Fakih,
Mansoer. 2001. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Heryanto,
Ariel. 1998. “Seks, Ras, dan Politik” dalam Wanita dan Media: Konstruksi
Ideologi
Gender
dalam Ruang Publik Orde Baru. Idi Subandi Ibrahim dan Hanif Suranto. Bandung:
Remaja
Rosdakarya.
Intanirian,
Annisa dkk. 2007. “Identitas dan Peran Gender”. Semarang: Fakultas Psikologi
Universitas
Diponegoro.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia. 1988.
Jakarta: Depdikbud RI.
Kridalaksana,
Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
----------------------------
1990. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia.
Kristanto,
J.B. 1998. “Wajah Perempuan dalam Film Indonesia” dalam Wanita dan Media:
Konstruksi
Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru. Idi Subandi Ibrahim dan
Hanif
Suranto. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Leksono,
Supeli-Karlina. 1998. “Bahasa untuk Perempuan: Dunia Tersempitkan” dalam Wanita
dan
Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru. Idi Subandi
Ibrahim
dan Hanif Suranto. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Lips,
Hilary, M. 1988. Sex and Gender. Library Of Congress Cataloging in
Publication
Data.
California: Mountain View.
Muhadjir
dan Suhardi Basuki. 1990. Bilingualisme dan Variasi Bahasa. Depok: Fakultas
Sastra
Universitas
Indonesia.
Nasikun.
1998. “Tantangan Kaum Perempuan di Era Global Awal Milenium ke III”. Yogyakarta:
Pusat
Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.
Noerhadi,
Toeti Heraty. 1998. “Dalam Bahasa, Wanita pun Tersudut” dalam Wanita dan Media:
Konstruksi
Ideologi Gender daLam Ruang Publik Orde Baru. Idi Subandi Ibrahim dan
Hanif
Suranto. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nugroho,
Riant. 2008. Gender dan Strategi Pengarusutamaannya di Indonesia. Pustaka
Pelajar:
Yogyakarta
Ramlan,
M. 1991. Tata Bahasa Indonesia: Penggolongan Kata. Yogyakarta: CV. Karyono.
Rokhman,
Fatur. 1996. Sikap Bahasa Santri. Jakarta: Program Studi Ilmu Pengetahuan
Budaya
Universitas
Diponegoro.
Samsuri.
1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Siregar,
Marida Graha dkk. 2006. Bahasa Indonesia dalam Perspektif Gender. Jakarta:
Pusat
Bahasa.
Sukamto,
Katharina Endriati. 2004. “Pemakaian Perempuan dalam Frasa Nomina” dalam
menabur
Benih Menuai Kasih. Yayasan Obor Indonesia.
Supatra,
Hendarto dkk. 2007. “Stereotip Perempuan dalam Bahasa Indonesia dalam Ranah
Rumah
Tangga
di Pantai Utara Jawa Tengah”. Semarang: Universitas Diponegoro.
Suyanto.
2002. Stereotip Perempuan dalam Bahasa Iklan sebagai Wujud Seksisme Bahasa
Indonesia.
Makalah Seminar PIBSI UMS, 15-16 Oktober
Suyanto.
2004. “Citra Perempuan dalam Bahasa Indonesia” dalam Seminar Nasional Bahasa
dan
Sastra
Indonesia Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Tim
Jurusan Sastra Indonesia. 2001. Buku Pedoman Skripsi Mahasiswa Program Strata 1
(S-1)
Jurusan
Sastra Indonesia. Semarang: Fakultas Sastra Undip.
Tim
Magang. 2000. “Kota Lama Warisan Budaya yang Terlupakan” dalam Hayam Wuruk No.1
Th.
XIII. Semarang: Fakultas Sastra Undip.
Verhaar,
J.W.M. 1995. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
University
Press.



3 komentar:
Terimakasih telah berbagi tentang Pembagian kata
Sangat baik
Posting Komentar