BATU MENANGIS ATAU BATU BERANAK
Pada suatu waktu
di tanah Bone, hiduplah dua orang anak dan ibu. Ibunya memiliki sifat dan
perilaku yang sangat baik sedangkan anaknya malas disuruh-suruh dan egois.
Pekerjaan ibunya adalah mencari kayu bakar di hutan kemudian menjualnya di
pasar, sedangkan anaknya menenun sarung Bugis yang di jualnya pada para
pedagang.
Di rumahnya yang
jauh dari kesan bagus, mereka memilihara seekor anjing. Di namailah anjing itu
dengan nama La Balo. Anjing ini sangat pintar dan patuh dengan perintah
majikannya. Suatu hari yang sangat panas, menenunlah sang anak di rumahnya yang
bisa di bilang gubuk itu. Sendiri ia menekuni pekerjaannya karena ibunya sedang
ke pasar untuk menjual kayu bakar. Di tengah pekerjaannya menenun, merasa
mengantuklah ia. Terantuk-antuk di tempat duduknya. Secara tidak sengaja,
alat tenunnya jatuh ke kolong rumah. Karena sifat malasnya dan karena
mengantuknya, maka engganlah sang anak untuk beranjak dan memungut alat
tenunnya. Mau minta tolong ibunya, ibunya sedang pergi ke pasar. Di ingatnya
bahwa ia memiliki anjing peliharaan. Maka di panggilnya anjing itu dengan
berkata : “O Balo, tolong kau ambilkan alat tenunku!”. Di luar prasangka sang
anak, maka menyahutlah sang anjing dengan berkata, : “Iyye puang, tunggulah
sebentar”. Sungguh kaget sang anak demi mendengar anjing peliharannya dapat
berbicara layaknya manusia banyak. Bertambah kagetlah sang anak ketika
merasakan kakinya kaku dan tak bisa digerakkan. Mengeras seperti batu kaki sang
anak. Bersama dengan rasa takutnya, menangislah sang anak sambil
memanggil-manggil ibunya. Lama kelamaan , tidak hanya kakinya yang mengeras,
tetapi seluruh tubuhnya, terkecuali wajahnya.
Maka datanglah ibunya demi mendengar tangis
pedih anaknya. Ditemukannya anaknya telah menjadi patung dan tak dapat
bergerak. Berkatalah sang anak: “Maafkan aku ibu, terlalu durhaka aku padamu”
kemudian ia kembali menangis sampai kepalanya menjadi batu pun air mata tetap
jatuh dari matanya. Berkatalah sang ibu, : “Apa yang menyebabkanmu menjadi
seperti ini nak”. Menangis pula sang ibu, dan tak di sangka-sangka ibunya pun
berubah menjadi batu Karena ia menaegur perubahan yang terjadi pada anaknya.
Begitulah, maka satu kampung penduduk berubah menjadi batu, karena saling
menegur satu sama lain. Itulah asal mula di namainya kampung tersebut sebagai
Batu Menangis atau Batu Beranak.



0 komentar:
Posting Komentar